Suami istri di Jepang

Berikut adalah hasil survei terhadap pasangan suami istri orang Jepang di Jepang yang diadakan oleh satu perusahaan suplemen kesehatan reproduksi dan seksualitas pria dan wanita terkemuka di Jepang bernama “Genmai Seiyaku”.  Survei ini dilakukan terhadap 100 orang suami dan 100 orang istri dengan rentang usia 25-45.  Yang menjadi topik survei kali ini adalah apakah Anda merasa kontak fisik dengan pasangan berkurang?  Dari survei tersebut ditemukan hasil sebagai berikut:
1.    53% menjawab berkurang
2.    41% menjawab tidak berubah
3.    6% menjawab bertambah


Bagi mereka yang menjawab berkurang alasannya di antaranya adalah
1.    Sejak mulai bekerja di kantor, intensitas ciuman berkurang.
2.    Setelah menikah hubungan keluarga dari kedua belah pihak jadi lebih sering dipikirkan dan pekerjaan rumah semakin banyak apalagi saat ini istri juga bekerja.
3.    Karena lama-lama jadi tidak merasakan ketertarikan kepada suami sebagai lawan jenis, tetapi sebagai keluarga.

Lalu sejak kapan sentuhan suami-istri mulai berkurang setelah menikah?  Umumnya jawabannya adalah sejak tahun ketiga pernikahan. 

Menurut seorang konsultan psikologis bernama Odaka Chie, berkurangnya sentuhan di antara suami istri itu merupakan hal yang wajar, jadi tidak peru dikhawatirkan.  Adapun tips bagus bagi pasangan suami istri untuk menjaga sentuhan tetap ada dalam hubungan suami istri adalah pada saat duduk, duduklah bersebelahan, jangan berseberangan.  Dengan duduk bersebelahan maka akan timbul keintiman dan perasaan dekat. 

Berikut kutipan cinta yang bisa kami bagikan untuk Anda pada topik kali ini yaitu: 
It was not my lips you kissed,
But my soul (Judy Garland)
Dalam bahasa Jepang diterjemahkan sebagai berikut:
あなたがキスしたのは
私の唇ではなく私の心 (―― ジュディ・ガーランド)
Anata ga kisushita nowa
Watashi no kuchibiru dewanaku, Watashi no kokoro (―― Judy Garland)
Apabila Anda sudah menikah, apakah Anda merasa kontak fisik dengan pasangan berkurang?  Semoga tulisan ini bisa menjadi informasi yang menarik buat Anda.  Apabila Anda merasa tulisan ini menarik, silahkan dibagikan / di-share dan silahkan meninggalkan komentar atau pesan jikalau ada. © GAYA HIDUP JEPANG
Suami Istri di Jepang


Berikut adalah hasil survei terhadap istri orang Jepang di Jepang yang diadakan oleh satu perusahaan suplemen kesehatan reproduksi dan seksualitas pria dan wanita terkemuka di Jepang bernama “Genmai Seiyaku”.  Berdasarkan hasil survei terhadap 100 orang istri dengan rentang usia 25-45 tahun, ditemukan bahwa 23% di antaranya akan memilih orang lain, 35% di antaranya menjawab tentu saja iya, dan 42% di antaranya menjawab tidak tahu. 



Lalu yang menjawab memilih orang lain dan yang menjawab tidak tahu, apakah alasan mereka tidak yakin memilih suaminya yang sekarang untuk menjadi suaminya lagi kalau ada kesempatan untuk lahir kembali?  Di antaranya ada yang menjawab "karena waktu saya sakit, suami tidak tolong atau tidak peduli", "karena suami egois", "karena suami suka judi", "karena suami tidak pernah serius mendengar omongan saya", "karena suami tidak semangat bekerja", "karena suami ga aktif", dan lain-lain.  Ada juga alasan lain yaitu "karena suami lebih banyak tidur daripada anak" (mungkin ini suami-suami pemalas ya..haha)

Lalu di lain pihak, yang menjawab mau menikah lagi dengan suami yang sekarang, alasan mereka apa ya?  Di antara mereka ada yang menjawab, "karena suami perhatian, lembut", "meskipun istri merasa terlalu banyak maunya tapi suami mau nurutin", "mau melakukan apa saja yang diminta istri", dan lain-lain.  Pada umumnya yang menjawab ini adalah mereka yang merasakan suami mereka sangat baik hati dan lembut.  Sifat suami yang lembut dan baik hati memang merupakan tipe suami ideal yang diidam-idamkan oleh semua kaum hawa di dunia ini. 

Apabila Anda sudah menikah saat ini dan bahkan telah melewati banyak masa bersama suami, coba Anda bertanya dan menjawab dalam hati, kalau nanti masa hidup Anda sudah berakhir dan ada kesempatan lahir kembali ke dunia ini, apakah Anda mau menikah lagi dengan suami Anda yang sekarang?

Berikut kutipan cinta yang bisa kami bagikan untuk Anda pada topik kali ini yaitu:

As long as you know men are like children,
you know everything (Coco Chanel)
Dalam bahasa Jepang diterjemahkan sebagai berikut:
男は子供のようなものだと心得ている限り、
あなたはあらゆることに精通していることになるわ(ココ・チャネル)
Otoko wa kodomo no youna mono dato kokoroeteiru kagiri,
Anata wa arayuru koto ni seitsuushiteiru koto ni naruwa (Coco Chanel)
Semoga tulisan ini bisa menjadi informasi yang menarik buat Anda.  Apabila Anda merasa tulisan ini menarik, silahkan dibagikan / di-share dan silahkan meninggalkan komentar atau pesan jikalau ada. © GAYA HIDUP JEPANG
Suami istri orang Jepang


Berdasarkan hasil survei yang diadakan oleh Gennai Seiyaku terhadap 1000 orang pasangan suami istri yang berusia 25-39 tahun di Jepang, terdapat 74,3% yang menjawab tidak punya tabungan rahasia dan 25,7% yang menjawab iya, punya tabungan rahasia.  Jumlah ini ternyata lumayan banyak ya, meskipun hanya 25,7%.  Adapun rata-rata jumlah tabungan rahasianya adalah 538,000 yen atau sekitar 62 juta rupiah. Umumnya yang punya tabungan rahasia ini adalah dari pihak istri.  Adapun alasan mereka kenapa membuat tabungan rahasia adalah:

1.    Untuk jaga-jaga mana tahu ada kebutuhan mendadak.
2.    Untuk kebutuhan sendiri dan anak
3.    Untuk jaga-jaga kalau suatu saat nanti bercerai.

Suami istri orang Jepang

Lalu apakah sebenarnya tabungan rahasia ini penting?  Menurut seorang tenaga ahli dalam bidang perencanaan keuangan di Jepang, beliau mengatakan bahwa ada baiknya kok memiliki tabungan rahasia di antara suami dan istri.  Berdasarkan konsultasi suami istri yang dia terima selama ini, didapatkan kesimpulan bahwa dengan memiliki uang yang bisa bebas digunakan kapan saja, hal tersebut bisa melahirkan perasaan aman dan lega. Menurutnya, justru pasangan suami istri yang memiliki tabungan rahasialah yang hubungannya lebih bisa bertahan lama.

Bagaimana dengan Anda?  Apakah Anda punya tabungan rahasia yang dirahasiakan dari pasangan Anda?  Selama tabungan rahasia itu tidak menimbulkan masalah bagi hubungan suami istri, tidak ada salahnya Anda mencoba untuk memiliki tabungan rahasia.

Berikut kutipan cinta yang bisa kami bagikan untuk Anda pada topik kali ini yaitu:

“He that displays too often his wife and his wallet 
  is in danger of having both of them borrowed.” (Benjamin Franklin)
Dalam bahasa Jepang  diterjemahkan sebagai berikut:

女房と財布は努めて隠しておけ   あまり度々人に見せると一日借りられる恐れがある。(ベンジャミン・フランクリン) 

Nyobou to saifu wa tsutomete kakushiteoke,
amari dodo hito ni miseruto ichinichi karirareru osore ga aru." (Benjamin Franklin)

 Semoga tulisan ini bisa menjadi informasi yang menarik buat Anda.  Apabila Anda merasa tulisan ini menarik, silahkan dibagikan / di-share dan silahkan meninggalkan komentar atau pesan jikalau ada. © GAYA HIDUP JEPANG
Japanese Samurai


Samurai atau dalam bahasa Jepang disebut bushi merupakan golongan prajurit tangguh yang pada zaman dahulu yaitu sekitar abad ke-10 dianggap sebagai pemeran penting dalam menjaga keamanan suatu golongan dan pemerintahan di Jepang.  Awal munculnya samurai ini disebabkan oleh ketidakberdayaan pasukan keamanan pemerintah dalam menghadapi gerombolan pengacau.  Pada zaman Edo (1603-1867) kaum samurai mendapat posisi tertinggi dalam tingkatan atau strata masyarakat Jepang karena mereka memiliki pengabdian dan penghormatan tertinggi terhadap atasan, tahu balas budi, penuh kesungguhan, berusaha mengejar nama baik dan harga diri, serta berani berkorban demi tugas.  Pola ideal samurai ini kemudian disebut sebagai bushido yang berarti jalan samurai. 

Bushido ini merupakan penyatuan prinsip kesetiaan dan keberanian samurai berdasarkan sikap moral dari ajaran yang dipercayai saat itu yaitu Konfusius yang bercampur dengan ajaran Buddha aliran Zen dan Shinto yang diterapkan sebagai pedoman moral bagi kaum samurai.  Zen mengajarkan akan “keharmonisan”, sedangkan Shinto menekankan kesetiaan kepada negara dan kaisar atau penguasa.  Mungkin Anda sudah pernah menonton film Jepang bertemakan sejarah yang memperlihatkan aksi samurai yang menusuk atau memotong perut sendiri (harakiri) apabila dianggap salah dan tidak menerapkan pedoman samurai dan itupun dilakukan dengan tersenyum dan rela.  Baru-baru ini saya juga menonton sebuah film di bioskop Jepang berjudul “Nobunaga Concerto”.  Dalam film tersebut terdapat juga adegan harakiri yang kemudian kembali mengingatkan saya pada istilah harakiri ini. 

Lalu, apakah samurai itu masih bisa kita temukan saat ini?  Keberadaan dan fungsi kaum samurai pada zaman Tokugawa sudah mulai melemah dikarenakan pemerintahan pada masa itu relatif aman.  Pada zaman itu apresiasi terhadap nilai sastra dan penghayatan musik telah membangkitkan perasaan dan jiwa yang lembut bagi diri orang Jepang.  Perasaan lembut ini kemudian melahirkan rasa sopan santun, rasa kasih sayang, sikap menghormati antar sesama, dan rasa tenggang rasa.  Setelah Jepang pernah menerapkan politik menutup negeri atau yang disebut sakoku selama 270 tahun, kemudian terjadilah restorasi Meiji pada tahun 1868 yang membuat Jepang membuka diri terhadap dunia luar, khususnya dunia Barat, mengejar ketertinggalan mereka, dan menyerap berbagai ilmu pengetahuan untuk membangun negaranya. 

Meskipun sekarang ini posisi samurai sudah tidak ada lagi di Jepang, tetapi kenyataannya pemerintah dan masrayakat Jepang masih sangat menghargai sikap patriotik kaum samurai dan dianggap sebagai pahlawan.  Etika lama pada zaman itu masih tersisa pada zaman modern ini.  Jika diperhatikan, orang Jepang sangat serius dan teliti dalam memperkenalkan tata krama dan moral pada anak didik dalam mempraktikkan perilaku sosial yang baik. 

Apabila Anda sudah pernah datang ke Jepang, Anda akan melihat sendiri betapa orang Jepang itu sangat banyak memiliki aturan dalam segala aspek kehidupannya dan pada umumnya mereka semua mematuhinya.  Mereka akan merasa malu apabila melakukan kesalahan.  Rasa malu ini berkaitan dengan harga diri dan kehormatan yang dianggap sangat penting sebagai mana sikap yang dimiliki oleh seorang samurai.  Rasa malu dikatakan sebagai lahan dari segala kebajikan, tempat tumbuh pepohonan kelakuan baik, dan moral yang baik.  Karena itulah kenapa seorang samurai merasa lebih baik mati dari pada menanggung malu.  Perilaku samurai ini telah mengakar pula dalam diri orang Jepang dan karakter asli ini masih melekat dalam diri mereka.  Itulah sebabnya mengapa selama restorasi Meiji dengan berbagai pembaharuan besar-besaran itu, semangat bushido yang tercermin dalam kehormatan, keberanian, etika moral dan loyalitas masih diterapkan pada berbagai aspek kehidupan dan masih tersisa hingga saat ini.   

Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan masalah, tentu saja ada juga beberapa masyarakat Jepang yang tidak sanggung mempertahankan jiwa samurai ini.  Orang-orang yang tidak mampu mengikutinya akan tergilas dan menjadi korban perubahan atau modernisasi yang terjadi.  Namun, kita patut mengacungkan jempol terhadap karakter khas orang Jepang yang terbentuk dan tak lepas oleh zaman dan masih menyisakan jiwa samurai hingga saat ini.


Jiwa samurai ini merupakan salah satu gaya hidup orang Jepang.  Semoga tulisan ini bermanfaat dan boleh menjadi inspirasi bagi kita orang Indonesia sebagai contoh bagaimana kita bisa melakukan revolusi mental demi mencapai Indonesia yang lebih baik.  Silahkan membagikan/share tulisan ini apabila Anda anggap menarik dan jangan lupa tinggalkan komentar atau pesan jikalau ada. © GAYA HIDUP JEPANG
Japanese Health Insurance
Contoh Kartu Asuransi Kesehatan Nasional Jepang dan Penawaran Asuransi dari Perusahaan Jepang

Sudah menjadi ketentuan negara Jepang untuk seluruh masyarakat Jepang diwajibkan untuk masuk asuransi kesehatan nasional (kokumin kenko hoken) yang dikelola oleh Kota / Distrik / Kelurahan / Desa.  Bahkan bagi warga negara asing yang tinggal di Jepang selama 3 bulan atau lebih diwajibkan pula untuk masuk asuransi kesehatan nasional.  Saya juga setelah menikah dengan orang Jepang langsung didaftarkan melalui kantor suami.  Memang bukan berarti biaya pengobatan menjadi gratis.  30% dari total biaya pengobatan termasuk obat-obatan menjadi tanggungan pribadi.  Namun, hal ini sudah sangat membantu, bukan?

Sistem asuransi publik yang diwajibkan di negara Jepang merupakan sebuah payung perlindungan bagi kesehatan masyarakatnya yang sudah dijalankan selama lebih dari 50 tahun.  Sebagian besar masyarakat Jepang mendapatkan asuransi lewat tempat kerja mereka masing-masing.  Bagi yang sudah menikah, istri mereka yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga pun diikutsertakan.  Dan, yang lebih menariknya lagi,  warganya diberikan bantuan finansial bagi ibu-ibu yang sedang hamil sampai melahirkan dan jumlahnya lumayan besar tergantung wilayah tempat tinggalnya masing-masing.  Biaya pengobatan di Jepang memang sangat mahal karena teknologinya juga sangat bagus.  Akan tetapi, berkat asuransi dan bantuan pemerintah, kesehatan warganya sangat terjamin.

Tidak hanya mengandalkan asuransi kesehatan nasional, ternyata sebagian besar orang Jepang juga mengikuti asuransi pribadi termasuk asuransi kesehatan / pengobatan dan asuransi jiwa.  Banyak sekali warga Jepang yang memang menganggap asuransi kesehatan nasional itu tidak cukup, meskipun sebenarnya itu sudah memenuhi standar dasar kesehatan.  Mereka menganggap perlu untuk lebih mempersiapkan diri, apabila ada penyakit tertentu yang tidak bisa di-cover oleh asuransi kesehatan nasional tersebut.  Mereka juga bisa minta perusahaan asuransi untuk membayar sisa 30% yang dibebankan ke mereka, bahkan perusahaan asuransi siap untuk membayar semua biaya pengobatan. 

Apalagi mengingat Jepang saat ini sedang menghadapi suatu masalah sosial yang disebut “koureika shakai”, yaitu jumlah lapisan kaum lansia yang meningkat pesat dan masalah “shoushika”, yaitu tingkat kelahiran anak yang menurun. Jumlah kaum muda produktif juga semakin menurun.  Masalah ini diperkirakan akan membuat beban negara terhadap biaya kesehatan akan semakin meningkat.  Itulah sebabnya banyak orang Jepang yang menyadari pentingnya ikut dalam program asuransi kesehatan pribadi.  Tidak hanya asuransi kesehatan, tetapi juga asuransi jiwa.  Sebagian besar warga Jepang, khususnya para suami masuk dalam program asuransi jiwa ini untuk menjamin kehidupan anak-anak dan istrinya apabila terjadi hal pahit yang tentu tidak diinginkan terjadi.  Secara psikologis, orang Jepang itu sangat memikirkan untuk mempersiapkan diri mereka menghadapi hal-hal buruk di masa depan supaya bisa menghadapinya.  Kalau kata kasarnya, mereka sangat “khawatiran”, tapi kalau dilihat dari sisi positifnya, sangat bagus untuk mencontoh dan merenapkan pepatah yang berkata “sedia payung sebelum hujan”. 

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jepang dan mengatasi kekhawatiran mereka, sekarang terdapat banyak sekali perusahaan asuransi yang menawarkan berbagai fasilitas menarik, baik asuransi lokal, seperti Sompo, Meiji Yasuda Seimei, Nihon Seimei, Mitsui Seimei, Orix Seimei, Asahi Seimei, dan lain-lain.     Banyak pula terdapat perusahaan asuransi asal luar negeri seperti AXA, Zurich, Prudential, Allianz, Aflac, dan lain-lain.  Perusahaan-perusahaan ini biasanya menawarkan asuransi kesehatan dan asuransi jiwa.  

Demikian tulisan mengenai salah satu gaya hidup Jepang yang menganggap pentingnya masuk asuransi.  Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga merasa asuransi itu penting?  Di Indonesia memang kesadaran akan pentingnya asuransi masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya seperti Jepang dan Amerika.  Semoga tulisan ini bermanfaat dan silahkan share artikel ini apabila Anda anggap menarik. © GAYA HIDUP JEPANG

Japanese Salon service is the Best
Salon Jepang dengan pelayanan terbaik di dunia

Sudah menjadi peraturan wajib di Jepang bahwa setiap tenaga professional harus memiliki sertifikat yang terpercaya, khususnya pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan manusia, termasuk profesi ahli terapi, salon kecantikan dan salon rambut harus mendapatkan izin khusus dari Kementerian Kesehatan Jepang dan sudah lulus ujian kenegaraan setelah menjalani studi selama 2 tahun.  Bila tidak memiliki sertifikat, maka tidak akan dapat bekerja di salon, bahkan untuk melamar jadi OB atau tenaga bersih-bersih sekalipun.  Semua tenaga professional itulah yang akan mengerjakan dari penataan rambut sampai urusan bersih-bersih ruangan. 


Sertifikat untuk pangkas rambut/cukur rambut/barbershop saja pun wajib dimiliki dan sertifikatnya itu ternyata berbeda dengan sertifikat yang dimiliki oleh hairstylist salon biasa karena memang jurusan yang diambil di sekolahnya pun berbeda.  Orang Jepang memang memiliki hukum yang sangat ketat bahwa tidak boleh sembarangan orang melakukan pekerjaan yang langsung bersentukan dengan manusia.  Inilah salah satu kekuatan Jepang untuk menghasilkan tenaga-tenaga atau sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya.  Bagi Jepang pelayanan dan kualitas adalah hal yang sangat penting dan krusial.  Dengan demikian, Jepang bisa dikatakan memiliki tenaga ahli terbaik di dunia, termasuk dalam kategori salon.

Teknik penataan rambut kelas dunia.  Salon Jepang saat ini memiliki berbagai teknologi canggih dan tingkat pelayanan yang super yang juga diterapkan tidak hanya di dalam negeri Jepang, tetapi juga di luar negeri, termasuk Indonesia, seperti di salon Naoki Yoshihara by Ash yang ada di Kebayoran Baru, Jakarta atau Ryoji Sakate yang ada di Jl. Senopati, Jakarta.  Salon Jepang sangat mengutamakan hasil yang indah dan nyaman dengan menggunakan teknik yang kreatif, tidak hanya potongan yang simpel begitu saja.  

Kebanyakan orang Jepang memiliki rambut berwarna hitam yang agak tebal dan lurus dan agak susah dibentuk, sehingga hal ini menantang para hairstylist untuk membuat suatu inovasi tata rambut yang kreatif untuk membuat orang lain tampak sempurna dengan potongan rambutnya itu.  Pengembangan teknik penataan rambut kreatif ini dilakukan dari sejak tahun 80-an.  Teknik-teknik baru diciptakan dan dikembangkan khususnya untuk membuat rambut menjadi lebih mudah ditata sesuai dengan jenis rambut dan volume serta kelembutan rambut bisa disesuaikan.  Sebagai hasilnya, hairstylist Jepang telah berhasil meraih 2 kali kemenangan dalam suatu kompetisi bergengsi bernama Wella Trend Vision Award yang menghadirkan para hairstylist papan atas dunia.

Berbagai inovasi yang ditemukan oleh hairstylist Jepang ini, diantaranya adalah teknik perm rambut yang dibuat agar tidak merusak batang rambut dan hasilnya jauh lebih lembut dari teknik perm sebelumnya.  Teknik perm rambut Jepang ini menjadi sangat populer di dunia, termasuk untuk teknik pelurusan rambut (straight perm) yang hasilnya lurus alami dan lembut, tidak seperti teknik rebonding dulu (sistem papan) yang hasilnya sangat kasar dan kelihatan tidak natural.  Ternyata banyak lho hairstylist dari luar negeri yang sampai datang ke Jepang untuk belajar dan menguasai teknik itu.   Mungkin Anda juga pernah menonton di TV, aksi potong rambut dari hairstylist Jepang dengan gunting-gunting-nya yang ternyata berbeda dengan gunting yang dipakai pada umumnya di Indonesia.  Mereka memiliki gunting dengan bentuk khusus yang unik yang diciptakan dengan berbagai inovasi.  Jepang memang bisa diakui paling jago untuk menciptakan sesuatu yang kreatif dan berteknologi tinggi.  

Ketenaran salon Jepang bahkan sampai ke kalangan selebritis dunia membuat salon Jepang semakin memajukan pelayanan mereka bahkan sampai saat ini.  Lalu apa saja kehebatan pelayanan di salon Jepang itu?  Tamu yang datang ke salon Jepang akan dilayani dari sejak masuk memalui pintu.  Sebelum memulai perawatan atau penataan rambut, kita diberi waktu untuk konsultasi terlebih dahulu.  Semua bentuk pelayanan akan dilakukan dengan sangat hati-hati, termasuk pada saat keramas dan pembilasan rambut.  Tamu akan diberikan pijatan pada pundak dan kepala.  Teh juga disediakan gratis dilengkapi dengan majalah-majalah Jepang edisi terbaru yang akan menambah referensi Anda untuk mengetahui model rambut Jepang terbaru.  Semua produk yang digunakan adalah buatan Jepang sehingga sangat terjamin kualitasnya.  Ruangan salon juga selalu dijaga kebersihannya.  

Di salon Jepang, semua riwayat kondisi rambut akan dicatat, baik dari jenis rambut, model rambut, dan pewarnaan.  Saat ini, banyak pula salon Jepang yang menawarkan berbagai treatment atau perawatan rambut, tubuh, wajah, termasuk berbagai menu pilihan tata rias wajah atau kosmetik.  Lalu, ada juga yang menyediakan ruang penitipan anak, dan layanan salon sampai larut malam.  

Bagaimana pendapat Anda setelah baca artikel ini?   Jadi ingin coba ke salon Jepang?  Tidak perlu datang ke Jepang, Anda bisa mencari salon Jepang di Jakarta atau di kota lain.  Kalau Anda berencana datang ke Jepang, tidak ada salahnya juga Anda mencoba layanan salon Jepang yang akan membuat Anda tampil menarik dan sempurna dengan potongan rambut yang sesuai dengan Anda.  Semoga artikel ini bermanfaat dan silahkan berkomentar jikalau ada.  © GAYA HIDUP JEPANG

Japanese fashion and hairstyle magazine
Majalah Hairstyle Jepang



Kebetulan suami saya orang Jepang, jadi saya bisa berbagi sedikit pengalaman mengenai “kalimat romantis” ini ketika pacaran dengan orang Jepang.  Orang Jepang itu ternyata tidak seekspresif seperti yang teman-teman baca di komik-komik yang ekspresinya gubrak-gubrakan dan konyol.  Secara umum orang Jepang itu sangat tertutup dalam mengungkapkan perasaannya, apalagi mengucapkan “aishiteru” atau “aku cinta kamu”.  Ucapan ini bahkan tidak pernah keluar dari mulut sebagian besar pasangan suami istri di Jepang.  Kalaupun mereka ingin mengungkapkan perasaannya, mereka hanya mampu mengatakan “sukida” yang berarti “aku suka kamu”.  Kalau di Indonesia dibilang “suka” belum tentu “cinta” ya?!  Kalau untuk suka-sukaan anak muda sih, di Jepang ungkapan itu sering diucapkan, tapi untuk pasangan suami istri  sangat jarang diucapkan. 

Lalu bagaimana dengan saya?  Karena saya orang Indonesia yang pastinya lebih ekspresif dibanding orang Jepang, dari sejak awal pacaran saya sudah membiasakan suami supaya menggunakan ungkapan “Aishiteru”.  Tentunya kata aishiteru ini lebih dulu terucap dari mulut saya, sering mengucapkannya sampai akhirnya suami saya terbiasa dengan ungkapan itu, meski suamiku kadang malu-malu mengucapkannya.  Tapi sekarang kami sudah terbiasa mengucapkan kalimat sakti itu tanpa ada rasa risih atau malu, bahkan ungkapan ini rutin kami ucapkan setiap hari.  Mudah-mudahan sampai tua nanti bisa tetap mengucapkan “Aishiteru” setiap hari.

Lalu apa sih sebenarnya alasan kenapa orang Jepang itu enggan mengucapkan “aishiteru”? Berdasarkan hasil survei online yang diselenggarakan oleh salah satu situs kencan terkenal di Jepang yang bernama Sugoren terdapat beberapa alasan orang Jepang khususnya Pria kenapa enggan untuk mengucapkan “aishiteru”.  Berikut saya menjabarkannya:  

1.    Karena tidak mau mengucapkannya untuk main-main
Menurut orang Jepang, ungkapan “aishiteru” itu seolah-olah “sakral”.  Mereka mau mengungkapkannya hanya untuk pasangan yang sudah cocok dan serius untuk menjadi pasangan hidup, bukan kepada sembarangan orang.

2.    Karena malu untuk mengungkapkannya
Pria Jepang itu ternyata lebih pemalu jika dibandingkan dengan pria-pria dari negara lain.  Pria Jepang itu cenderung pasif dan malah lebih menunggu wanita yang mengungkapkannya terlebih dahulu.  Pernyataan cinta sangat susah diekspresikan oleh para pria di Jepang, dan bahkan terlihat sangat dingin terhadap wanita, sehingga sering dikira tidak suka, padahal sebenarnya karena mereka malu untuk berekspresi.  Mereka sangat malu untuk mengungkapkan rasa sukanya secara langsung.

3.    Karena masih terlalu dini untuk mengungkapkannya
Biasanya pria Jepang itu sangat banyak pertimbangan ketika memulai suatu hubungan.  Mereka tidak akan spontan dan terburu-buru untuk mengungkapkan rasa sukanya apalagi mengucapkan “aishiteru”, seperti bule-bule yang baru ketemu sekejap saja sudah bilang “I love you” (hahaha…)  Pria Jepang akan menunggu sampai mereka saling mengenal satu sama lain lebih dekat.  Bahkan banyak juga yang sampai tinggal serumah untuk mengetahui dan membuktikan kecocokan diantara mereka sebelum memutuskan untuk menikah.

4.    Karena ungkapan “sukida” (“aku suka kamu”) terasa lebih enak diucapkan
Menurut mereka ungkapan “aishiteru” itu agak risih dan terasa berat untuk diucapkan.  Ungkapan “aishiteru” bahkan tidak digunakan dalam cerita-cerita drama, anime dan komik.  Yang digunakan adalah ungkapan “sukida” (aku suka kamu) atau “kawai” (kamu manis).  Dengan demikian orang Jepang sudah terbiasa dengan ungkapan tersebut dan sebaliknya ungkapan “aishiteru” dirasa tidak nyaman diucapkan.

5.    Karena beranggapan bahwa pria keren tidak cocok mengucapkannya
Pria Jepang tidak mau merusak citra maskulinitasnya dengan mengungkakan “aishiteru”.  Mereka sangat gengsi untuk mengekspresikan rasa cintanya kepada wanita.  Berbeda sekali dengan orang Barat ya.  Kalau dalam budaya Barat, wanitanya justru akan tersinggung dan merasa dilecehkan kalau tidak ekspresif terhadap wanita atau bahkan kalau tidak digoda, seperti orang Italia.

6.    Karena kurang paham apa itu “cinta”
Pria Jepang banyak yang merasa kurang paham akan arti cinta.  Mereka sering kali bingung apakah yang mereka rasakan itu hanya sekedar suka atau cinta.  Mungkin bisa dikatakan, ungkapan cinta itu akan bisa diungkapkan kalau mereka sudah merasa nyaman dengan wanitanya.  Bagi orang Jepang, cinta itu tidak hanya sekedar kata-kata, tapi sesuatu yang lebih yang bahkan mereka sulit untuk mengungkapkannya.

7.    Karena tidak mau terlalu merayu atau memuji pasangan
Pria Jepang yang memiliki alasan ini, tidak mau pasangannya terlalu cepat mengambil kesimpulan dan tidak mau pasangannya senang dulu.  Padahal, semua wanita termasuk wanita Jepang pasti akan sangat senang kalau mendengar ucapan itu dari prianya.  Menurut saya, di sinilah letak ketidakromantisan pria Jepang. Mereka kurang memuji dengan kata-kata cinta.      

8.    Karena takut ungkapan itu hanya suatu kebohongan
Pria Jepang memiliki ketakutan dan ketidakyakinan kalau rasa cinta mereka itu akan bertahan lama, sehingga dari awal mereka menghindari ungkapan cinta itu karena akan sangat risih mengucapkannya kalau mereka sudah tidak saling cinta lagi atau cintanya memudar.  Di sini bisa dilihat orang Jepang itu sangat memikirkan hal yang jauh ke depan dan memutuskan berjaga-jaga di awal untuk menghindari sesuatu yang buruk di kemudian hari. 

9.    Karena tidak ada alasan untuk mengungkapkannya
Alasan terakhir ini emang agak unik dan terkesan sangat dingin.  Pria Jepang yang memiliki alasan ini merasa tidak perlu untuk mengungkapkannya karena tidak ada tenanan untuk harus mengucapkannya.  Mereka seolah-olah percaya kalau wanitanya sudah tahu isi hati mereka.  (Bagaimana bisa ya??)  Orang Jepang memang memiliki kebiasaan yang unik, yaitu orang lain diharuskan memahami isi hati atau pikirannya meskipun tidak diungkapkan dengan kata-kata.  Seperti halnya dalam pekerjaan, bawahan seolah-olah dipaksa untuk mengetahui dan memahami keinginan atau isi hati bosnya meski tidak diungkapkan.  Saya juga kadang-kadang bingung apa maunya bos saya, sepertinya dia mau saya bisa baca pikirannya.  Capek deh.. (hahaha…)

10. Karena cinta itu bukan kata-kata tapi tindakan.
      Alasan yang terakhir ini saya tambahkan sebagai informasi di luar hasil survei di atas.  Interpretasi kata “cinta” di berbagai negara memang berbeda-beda.  Kata cinta dalam bahasa Inggris dan bahkan dalam bahasa Indonesia itu sangat luas, seperti cinta terhadap sesama, cinta terhadap Tuhan, cinta terhadap binatang, cinta terhadap sepatu, dan bahkan cinta terhadap uang, dan lain-lain.  Kalau di Jepang, ungkapan cinta “aishiteru” itu 100% hanya untuk pasangan hidup suami/istri.  Sebagaimana yag sudah disebutkan di atas, itu pun umumnya pasangan suami istri di Jepang tidak pernah mengucapkan “aishiteru”. Ungkapan cinta itu mereka ungkapkan melalui tindakan atau layanan bukan dengan kata-kata.  Itulah sebabnya suami-suami di Jepang yang bekerja keras untuk keluarga dianggap sebagai bukti cintanya terhadap istri dan keluarga.